Penulis: Suyoto Rais
Penerbit: Penebar Plus+ (Penebar Swadaya Group)
ISBN (10): 602-1279-24-7
ISBN (13): 978-602-1279-24-3
Penyunting: Chika Ananda
Tahun terbit: 2015
Ketebalan: 216 halaman
Dimensi: 24,7 cm x 17,5 cm
Lelaki yang Beberapa Kali Direkrut di Jepang Sebagai Ekspatriat di Indonesia
Entah berapa bulan lalu saya mulai membaca buku ini. Mulanya saya bersemangat karena terkesan dengan kisah penulis sekaligus tokoh utama dalam buku ini dalam menghadapi kesulitan hidupnya saat kecil hingga berhasil meraih gelar sarjana S1 dan menempuh jenjang-jenjang pendidikan berikutnya di Jepang.
Namun
cerita keberhasilan demi keberhasilan pada studi dan di perusahaan-perusahaan
besar Jepang, berikut pujian demi pujian yang tersurat tidak mampu menarik saya
untuk meneruskan bacaan. Saya berhenti membacanya. Saya mengabaikan buku ini hingga
beberapa hari yang lalu, rasa penasaran membuat saya bisa memaksa diri untuk
melanjutkan membaca buku ini.
Mengapa?
Karena sebenarnya penulis sekaligus tokoh utama dalam buku ini bukanlah orang
biasa. Terbukti dari testimoni yang diberikan oleh Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie
di sampul depan bukunya, frasa “BEST SELLER”, dan sebuah kalimat di
bawah judul buku: “Kisah Inspiratif
Perjuangan Anak Desa Miskin Menjadi Seorang Profesional Global”.
Tak rugi saya berhasil memaksa diri. Setelah menyimak halaman 109, saya begitu meresapi lembar demi lembar buku yang berdimensi 24,7 cm x 17,5 cm setebal 216 halaman ini sampai habis. Ternyata memang banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah hidup lelaki Indonesia satu-satunya yang direkrut di Jepang oleh beberapa perusahaan Jepang sebagai ekspatriat di Indonesia untuk mengelola perusahaan mereka di Indonesia ini (dan semua pengalamannya dengan perusahaan-perusahaan itu mengindikasikan peningkatan yang signifikan ketika berada di bawah pengawasannya!)
Bangkit dari Titik Nadir Menuju Zenith (Ada Apa di Halaman 109?)
Saya
langsung membahas halaman 109 saja, ya. Di halaman itulah kisah titik balik seorang Suyoto Rais yang bergelimang
dengan kemapanan dan kecukupan. Ya, tepat di lembar dimulainya sub bab berjudul
PHK Itu Datang Mendadak! Di situ diceritakan PHK sepihak yang dialami Suyoto.
Penyebabnya, kalau dari kaca mata banyak orang bukan merupakan kesalahan besar
namun bagi perusahaan Jepang tempatnya bekerja, itu merupakan masalah besar.
Suyoto kemudian diharuskan mengembalikan uang ratusan juta rupiah.
Masa-masa
sulit dijalaninya namun Suyoto tak tinggal diam. Dukungan positif dari keluarga
dan tekad yang kuat membawanya kepada takdir Tuhan. Surat-surat lamaran yang
dikirimkannya tak lagi berbuah penolakan. Ia pun mendapatkan kembali posisi
yang bagus di Nidec, sebuah perusahaan Jepang (halaman 121). Lalu kemudian dua
perusahaan Jepang lainnya: Ohkuma Industries (halaman 141) dan Nagai Plastic
(halaman 147).
Belajar dari
kompetensi seorang Suyoto Rais
Kecerdasannya
bukan hanya dalam bidang Teknik Mesin. Dia mampu mempelajari dan menyesuaikan
diri dengan budaya baru dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dengan budaya
kerja di perusahaan-perusahaan yang ditempatinya bekerja.
Bukan
hanya tahu job descriptionnya, ia
juga mampu dengan cepat melihat di mana letak permasalahan dan menentukan
dengan jitu langkah-langkah penyelesaiannya. Pengalaman tidak hanya mengajarkannya
keterampilan berbahasa Jepang dan Inggris. Namun juga mengajarkannya kemampuan
berpikir global dan keterampilan-keterampilan dalam bidang plant control/company management, project management, improvement of
SQCD (safety, quality, cost, delivery), process planning, system developing,
research, analysis & observation works, build and activate organization,
and coaching/training to skill up (employee, students, and communities).
Tidak
percaya? Oke, kalau mendapatkan bukunya silakan buka halaman 126, di situ ada
kisah Suyoto ketika memimpin Nidec Dahlian di China, bagaimana ia harus
menghadapi bawahan orang-orang China sementara ia “hanyalah” orang Indonesia
yang ditugaskan oleh perusahaan Jepang sebagai direktur produksi divisi
otomotif.
Atau halaman
135 – 136. Di situ ada kisah Suyoto ketika menjadi ekspatriat yang ditugaskan
Ichikoh di Indonesia. Ada masalah defisit yang berhasil diatasinya dengan kerja
keras selama 3 bulan. Kemudian perusahaan menugaskannya untuk melakukan best practice-nya di Thailand. Di
Thailand, ia berperan besar penting pada pabrik yang baru dibangun di sana.
Bisa
juga dilihat di halaman 148 – 150. Di sana tertera kisah Suyoto dalam
membangkitkan Nagai Plastic – perusahaan yang awalnya merugi dan kondisi awal
lainnya yang tak mudah menuju surplus.
Menerapkan komunikasi dan negosiasi yang baik
Manajer
andal, semestinya memiliki kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik. Salah
satu contoh yang kita bisa baca di dalam buku ini adalah mengenai bagaimana
Suyoto mempelajari teknik negosiasi dan menggunakannya hingga bisa menduduki posisi
yang diharapkannya. Adalah hal yang luar biasa kalau ia mampu menegosiasikan
peluang yang tadinya hanya sebagai pegawai Indonesia menjadi ekspatriat Jepang
yang ditempatkan di Indonesia. Salah satu kunci keberhasilan negosiasinya
adalah dengan menjelaskan kalau keinginannya sebenarnya sama dengan keinginan
perusahaan dan akan lebih baik dari penawaran perusahaan pertama kali. Hanya
satu itu saja? Ya tidak dong, selengkapnya bisa dibaca di halaman 132 – 133,
pada sub bab Kekuatan Negosiasi.
Ketika panggilan spiritual menguat
Kisah
yang menarik disimak adalah ketika panggilan untuk menunaikan ibadah haji
begitu kuat dirasakannya. Karena izin cuti tak diberikan perusahaan, ia nekad
keluar dan memilih berangkat ke tanah suci bersama istrinya – “berbisnis dengan
Allah pasti untung dunia-akhirat” (halaman 137).
Makassar, 30 Desember 2015
Hah? Resensi buku bersambung?
Hihi, suka-suka saya dong .. soalnya buku sekece ini, sayang kalau cuma satu tulisan ini ;)
Duuh, kalo baca buku2 semacam ini, semangat kian terlecut mak
ReplyDelete--bukanbocahbiasa(dot)com--
Betul sekali Mak Nurul ... langsung menggelora lagiii :)
Deletehhahaha, baca kalimat terakhir jadi geli
ReplyDeleteTapi saya penggemar buku-buku sukses seperti ini mak Mugniar. Kagum dengan mereka yang bisa melihat peluang, bukannya terpuruk dalam kehancuran
Benar sekali, sama dong kita, ya Mak Tanti ;)
DeleteSeru nih. Lanjut ke link berikutnya.
ReplyDelete