Tulisan-tulisan
dalam buku ini dibuat berdasarkan pendekatan MSC (Most Significanti Change)
untuk melihat perubahan yang signifikan pada individu ataupun kelompok. Teknik
MSC adalah salah satu pendekatan dalam monitoring dan evaluasi secara
kualitatif.
“Ketika
pemberdayaan dilakukan, apa yang sudah dilakukan perempuan sehingga dia
memiliki suara atau pengaruh. Diskusi atau pelatihan yang dilakukan misalnya,
berpengaruh bagaimana pada pemberdayaan perempuan. Apakah dia bisa menyuarakan
hak-haknya kepada suaminya atau mempengaruhi orang lain dan menjadi inspirasi
untuk melakukan perubahan yang sama dengan apa yang telah dia lakukan,” Lusia Palulungan – Manajer Program Mampu BaKTI memberi penjelasan pada awal diskusi
buku ini.
Oya
Yayasan BaKTI adalah salah satu mitra Program MAMPU (Kemitraan
Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan). Pada
fase kedua program ini (2017 – 2020), BaKTI berfokus pada “Meningkatkan Akses
kepada Layanan dan Program Dasar Pemerintah untuk Perempuan Miskin di wilayah
Program”.
Kak Ema, Pak Alwy, dan Kak Luna |
Menariknya,
yang menjadi nara sumber pada diskusi buku ini
adalah Husaima
Husain (Kak Ema –
aktivis perempuan, saya mengenalnya sebagai aktivis SPAK – Saya Perempuan Anti
Korupsi - salah satu perempuan yang saya penasaran menyimak perannya sebagai nara sumber, baru pertama kali saya menyaksikannya berperan sebagai pembedah buku dan saya suka daya kritisnya) dan Alwy
Rachman (akademisi
Universitas Hasanuddin yang juga budayawan – beliau merupakan nara sumber favorit
saya dalam banyak kesempatan). Makin menarik lagi karena yang bertindak sebagai
moderator adalah Luna Vidya (Kak Luna ini moderator favorit saya dalam banyak
kesempatan).
Perempuan Mampu untuk Berdaya Memperjuangkan Dirinya Sendiri
Kak
Ema menggarisbawahi tentang buku ini mengenai perempuan yang berdaya jika
dia mau. Perempuan sanggup berdaya kemudian jadi inspirator bagi orang
lain. Contohnya adalah pada kisah Patimang Menang di Pengadilan (halaman
81). Patimang – penggembala sapi dan petani penggarap miskin dituduh
tetangganya seorang pengusaha membakar kandang ayam. Dia dituntut kerugian sebesar
30 juta rupiah.
Memikirkan
bagaimana membayar ganti rugi, untungnya Patimang mengadukan masalahnya kepada
seorang tetangganya. Tetangganya itu menyarankan Patimang mengadukan masalahnya
kepada Kelompok Konstituen (KK) Maharani, Desa Purnakarya, Kecamatan Tanralili,
Kabupaten Maros. Di sanalah dia mendapatkan penyelesaian masalahnya. Dia harus
menghadiri beberapa kali sidang, mendapatkan bantuan pengacara dari LBH APIK
dan menang di pengadilan. Tak pernah bisa dia sangka akan menggapai kemenangan
melawan orang kaya.
“Program
MAMPU cukup berhasil untuk menemukan titik-titik kekuatan di tingkat desa dan
bagamana menggerakkan dengan mengkombinasi dengan komunitas lain. Kalau
berbicara tentang perubahan, kita bisa katakan bahwa kekuatan perempuan bisa
menjadi inspirasi perubahan,” pungkas Kak Ema.
Buku
ini juga memuat inspirasi mengenai perempuan yang di-support oleh pikiran
positif dalam menghadapi masalahnya yang bak “telur di ujung tanduk”. Contohnya
adalah pada kisah di halaman 45 – Masiah, Penyintas yang Menebar Semangat
Hidup. Oleh Masiah pikiran negatif bisa diubah menjadi positif (saya
malah berpikir mungkin Masiah jenis orang yang tidak suka berpikiran negatif,
sikapnya memang senantiasa positif dalam mencari solusi).
Masiah
pernah divonis kanker payudara stadium 4. Butuh perjuangan baginya dalam
menghadapi pemeriksaan awal, lanjutan, hingga pengobatan yang mengharuskannya
dikemoterapi dari kediamannya di Lombok Timur hingga ke RS Sanglah di Denpasar
Bali. Sungguh bukan perjalanan yang mudah, bermodalkan uang yang pas-pasan,
tanpa sanak-saudara di sepanjang perjalanannya namun Masiah berhasil melaluinya
dan kini menjadi inspirator dan motivator bagi kaum perempuan di daerahnya.
Masalah lain yang timbul adalah ketika suaminya yang menjadi TKI di negara
tetangga mengharuskannya diperiksa dan dirawat oleh tenaga medis perempuan
tetapi itu tidak mungkin. Untuk hal ini Masiah terpaksa berbohong kepada
suaminya guna memperjuangkan kehidupannya.
Untuk
hal seperti ini, orang bisa salah paham bahwa Islam sama sekali melarang tenaga
medis laki-laki memeriksa/merawat perempuan. Padahal ada kondisi darurat yang
mana hal itu diperbolehkan, yaitu ketika berurusan dengan nyawa. Islam tidak
mengajarkan ummatnya untuk memilih menunggu kematian melainkan harus mati-matian
memperjuangkan hidup. Dalam hal ini, saya memuji Masiah.
“Yang
bisa menolong kita saat di titik nadir adalah diri kita sendiri. Perempuan di
ujung tanduk kematiannya masih harus punya kekuatan (untuk bersikap) bahwa
pilihan hidupnya adalah dirinya sendiri meskipun ada suaminya,” ungkap Kak Ema
mengenai Masiah.
Merefleksikan
Buku
Butuh
waktu berhari-hari bagi saya menuliskan kembali bagian ini karena kata-kata Pak
Alwy – seperti biasa, harus dicerna baik-baik sebelum dituliskan. Baiklah,
semoga saya tak salah memaknainya.
Perempuan
kuat karena dia haid. Hormonnya terganti terus-menerus. Berbeda dengan laki-laki.
Aktivasi bahasa perempuan itu pada dua belahan otak: kanan dan kiri sementara
laki-laki hanya pada otak kiri. “Otak kiri itu otak ego, egonya besar, tidak mau
tersinggung, menghindari terluka. Tidak adaptif. Sementara peremuan ada juga di
otak kanan. Otak kanan imajinatif makanya mampu beradaptasi dengan semua
situasi,” ucap Pak Alwy.
Kelemahan
perempuan adalah tidak menimbang-nimbang risiko. Laki-laki, bagian thalamus
di otaknya lebih lebar, perempuan lebih sempit. Thalamus adalah bagian yang
berfungsi menghitung risiko.
Pak
Alwy kemudian mengajak hadirin untuk merefleksikan isi buku ini. Yaitu dengan
menjawab 3 what (3 “apa”) berikut
ini:
- Apa sebenarnya yang bisa kita pelajari dari buku ini?
- Apa dampaknya terhadap kita, apakah berdampak pada orang lain?
- Kita mau apa?
Selanjutnya
mengenai perubahan, ada beberapa jenis. Ada perubahan yang proaktif dan ada
perubahan yang reaktif. Perubahan yang proaktif itu misalnya tuning – penyesuaian
(adjustment).
Juga
ada transformasi (transform) dan reformasi (reform). Perubahan
paling radikal sebenarnya adalah transformasi. Contoh transformasi adalah
ulat yang berubah menjadi kepompong kemudian berubah menjadi kupu-kupu. Ketika
dia sudah menjadi kupu-kupu maka dia tidak akan kembali menjadi ulat. Reformasi
contohnya adalah ular. Ular hanya berganti kulit tetapi tetap saja ular.
Nah,
apakah yang ada dalam buku ini perubahan-perubahan yang transformasional atau
tidak?
“Ada
beberapa hal yang kita perhatikan dalam perubahan yang tidak ada dalam buku
ini. Yang pertama adalah soal asumsi perubahan. Benar adanya bahwa pusat
perubahan adalah pada individu. Tidak ada gunanya sistem dipasang kalau
individu tidak diubah. Terkait buku ini, individu itu adalah perempuan yang
paling adaptif dan paling fleksibel,” Pak Alwy melanjutkan mengupas buku Mengubah
& Menginspirasi – Cerita Tentang Perubahan.
“Yang
kedua, perubahan hanya bisa terjadi jika ada motivator. Jadi BaKTI melalui
program MAMPU sebagai motivator. Yang ketiga, ada pembelajaran baru yang
menghentikan pembelajaran lama. Yang tidak ada dalam buku ini adalah tingkat
perlawanan, siapa yang melawan di daerah itu ketika perubahan itu disodorkan,”
imbuh Pak Alwy.
Terkait
hal ini, Kak Lusi menanggapi bahwa orang-orang yang dalam buku ini adalah yang tidak
pernah bersentuhan dengan perspektif. Ketika diintervensi, masyarakat yang
ada di kelompok konstituen ini adalah wilayah yang baru, termasuk anggota DPR.
Kecuali Andi Anja (dari Pare pare). Tapi orang-orang di Belu, Ambon, NTB, semuanya
adalah orang-orang yang baru. Perubahannya adalah dari dia tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak sadar menjadi sadar, dari yang tidak punya perspektif
menjadi punya perspektif.
Terkait
latar belakang suatu wilayah, kelompok konstituen adalah kelompok yang dibangun
di tingkat desa atau kelurahan di mana pengurusnya berasal dari berbagai latar
belakang. Ada tokoh masyarakat, tokoh agama, kader-kader PKK,
pengurus-pengurus. Hambatannya? Tidak terlalu menghambat karena iklimnya sudah
disediakan, artinya ketika dia akan bergerak untuk melakukan perubahan kelompok
konstituen ini mem-back up dia jadi tidak terlalu banyak tantangan
kecuali tantangan di dalam keluarga misalnya.
Banyak
pertanyaan dari hadirin yang ditanggapi oleh Kak Ema dan Pak Alwy. Mungkin
lebih cocok saya tuliskan di tulisan lain karena bagian ini saja sudah sangat
panjang. Yang jelas, buku ini memberikan pelajaran yang sangat berharga,
utamanya mengenai kekuatan perempuan dari masyarakat bawah yang bisa bangkit
memperjuangkan hak-hak hidupnya. Lalu patut kita renungkan apa yang dikatakan
Kak Luna agar buku ini bisa menginspirasi kita, “Membuat keputusan dan sampai
ke tahap bergerak bersama.”
Makassar, 25 Agustus 2018
Baca
juga:
Menarik banget bukunya, lumayan nambah pengetahuan gua yang masih cetek hehe
ReplyDeletewahhhh suka banget ya mba baca buku, setiap kali datang ke acara tentang buku bukuan
ReplyDeletekeren euy….
ReplyDeleteApnya yang keren nih mas wuehehe :D
DeleteMbakm. Saya kepengen buku mbak, sudah cari kemana mana ga ada mbak.. Saya mhn mbak saya mau ngajuin judul skripai membdah buku mbak..
ReplyDeleteWah keren banget, salut sama mbak nya :)
ReplyDeleteWah bukunya sangat menarik mbak...
ReplyDeleteSaya akhir akhir ini jadi suka baca buku, karena dengan baca buku kita bisa menambah ilmu yang tidak kita dapatkan dimanapun, dan menambah wawasan juga sih
ReplyDeleteWahhh postinganku belum dibales nih, jarang update lagi di blog ini ya mba :( Kangen tulisannya lagi wuehehe
DeleteBiasanya saat kita ingin merubah sesuatu pasti akan mendapat hambatan dari orang2 yang sudah terlena dengan zona nyamannya.
ReplyDeleteWah bermanfaat sekali nih artikelnya. Terima kasih informasinya :)
ReplyDeleteperempuan mampu berdaya memperjuangkan dirinya sendiri.. suka banget sama caption ini
ReplyDeleteWah bermanfaat sekali nih artikelnya
ReplyDeletejual dry ice jakarta
es batu kristal depok