Membedah Aku dan 8 Bintang - Perempuan
spesial berikutnya yang bukunya dibedah pada acara bertajuk Ketika Dua
Perempuan Bercerita pada tanggal 30 Desember lalu adalah Wulansari Apriani, S. Pd, M. Pd, yang biasa saya sapa dengan Mbak
Wulan. Saya katakan “berikutnya” karena yang bukunya pertama kali dibahas adalah
Prof. Dr. Ir. Meta Mahendradatta. Anda bisa baca uraian tentang sesi
yang membahas bukunya di tulisan berjudul Membedah Dalam Syukur Kutemukan Cinta-Mu.
Buku
yang Patut Dimiliki Para Muslimah
Ibu Jusria
Kadir, S. Sos (Kepala
SDIT Ar-Rahmah) mulai mengupas pada kisah Kapan Ummi Datang (halaman 162).
Membayangkan ketika anak yang sedang di Bandung sakit dan Mbak Wulan harus
meninggalkan anak-anak yang lain di Makassar (atas izin suami), membuatnya
terharu.
Dari
penuturannya kemudian, saya menyimpulkan bahwa buku Aku dan 8 Bintang
menggambarkan hubungan yang harmonis antara Mbak Wulan dan kedelapan buah
hatinya dan bagaimana Mbak Wulan berusaha mendidik anaknya dengan baik.
“Bagi
seorang guru, bagaimana siswa bertingkah di sekolah adalah cerminan pola asuh.
Keluarga bermasalah pasti berdampak pada anak. Anak yang membuat kekacauan
pasti dari rumah masalahnya,” ujarnya.
Prof. Meta Mahendradatta (kiri) dan Mbak Wulan (kanan). |
“Buku ini penting sekali bagi yang belum nikah dan
sangat penting untuk yang sudah nikah karena kita besar tanpa persiapan
menghadapi rumahtangga. Berumahtangga itu bukan hanya dalam arti memasak dan mencuci.
Itu bukan esensinya. Yang esensi adalah hubungan suami-istri dan hubungan
dengan anak,” Bu Jus menegaskan alasan mengapa harus membaca buku ini.
Pelajaran
lainnya dari buku ini adalah bagaimana memperlakukan anak dengan hal spesial
yang ada pada mereka – bagaimana anak dihargai dengan kondisinya masing-masing,
menurut Bu Jus, “Kita tidak suka dibandingkan dengan istri orang lain tapi suka
membanding-bandingkan anak-anak sendiri dengan anak-anak orang lain.
Membandingkan anak itu ketika dia berkarya – (yaitu) sebelum dan sesudahnya!”
Kiat
dari Bunda 8 Bintang
Bu Irma
Thahir, ST, M. Pd (ketua JSIT) memulai bahasannya dengan menyoroti kutipan ayat al-Qur’an
dari surah At-Tur ayat 21 yang dikutip oleh Mbak Wulan (di antaranya di halaman
144):
Dan orang-orang yang beriman, beserta anak-cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan. Kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka di dalam surga, dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal kebajikan mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.
“Kekokohan
keyakinan akan jadi bekal. Dan sebaik-baik bekal adalah takwa. Carilah takwa
itu. Tangkap. Genggam dan mohon. Agar ada di setiap episode dalam mendidik
anak,” Bu Irma mengakui dirinya ikut larut dalam membaca buku Aku dan 8 Bintang.
Dengan
membahas satu per satu buah hatinya, Mbak Wulan mengusahakan ketahanan
keluarga. Caranya adalah dengan mengondisikan
anak.
Poin berikut
yang yang dibahas oleh Bu Irma sehubungan dengan buku karya Mbak Wulan ini adalah
mengenai pentingnya imunisasi jiwa, “Instrospeksi
dirilah wahai ibu. Ketika anak di luar keinginan, jangan salahkan anak. Mungkin
kita kurang bersyukur. Mungkin hubungan dengan Allah kurang. Lakukan imunisasi
jiwa.”
Lakukan
deteksi dini. Misalnya
ketika Aisyah bermain sekolah-sekolahan dan menjadi guru yang galak. Mbak Wulan
menggali dari Aisyah apa sebabnya dia bertindak menjadi guru galak dan tak mau lagi
bersekolah di sekolah lamanya (halaman 80):
Episode ini memberikan pelajaran berharga. Sikap dan sifat anak akan sangan dipengaruhi oleh lingkungannya. Sebagai orangtua, saya tak bisa memproteksi sedemikian rupa, tapi yang harus saya lakukan adalah memberikannya pemahaman perlahan, itulah proses yang saya sebut sebagai imunisasi jiwa.
Ubah
energi negatif menjadi energi positif (halaman 118). Mengaku pernah marah, Mbak
Wulan tidak mau mengikuti kemarahan. Berusaha sekuat mungkin diubahnya energi
negatif yang terus merangsek masuk menjadi energi positif. Gunakan keajaiban
hormon endorfin yang timbul berkat kedekatan kita dengan Allah.
Formula
berikut ini disarikan Bu Irma dari buku Aku dan 8 Bintang, bahwa jadi seorang
ibu itu harus: TEGUATSIKADAS:
- Tenang (misalnya ketika menangani anak sakit).
- Tangguh (saat melayani semua anak).
- Kuat (di saat dirinya sakit berusaha kuat).
- Komunikasi (mampu berkomunikasi dengan cara yang lucu/disukai anak-anak).
- Cekatan (misalnya ketika mempersiapkan anak-anak di pagi hari untuk bersekolah).
- Cerdas (dalam menyiasati dan menghadapi banyak hal).
Lalu
energinya dari mana? DARI ALLAH!
Mengutip
bagian akhir dari buku karya Mbak Wulan, Bu Irma melanjutkan pembahasannya, “Membangun keluarga seperti membangun istana.” Butuh energi yang besar untuk
membangun istana yang besar dan megah maka perlu menyiapkan bekal berupa gizi
untuk akal dan ruhiyah anak.
Muaranya
adalah Qur’an surah An Nisa’ ayat 9:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.
Bunda
yang Ingin Berdaya Guna
Saat
berkesempatan bercerita tentang bukunya, Mbak Wulan menegaskan keinginannya” “menjadi
sebaik-baik manusia”, seperti Ibu Meta Mahendradatta. Buku yang dihasilkannya
merupakan proses belajarnya di Sekolah Perempuan yang dikelola Indscript selama
3 bulan yang kemudian mendorongnya menuliskan buku Aku dan 8 Bintang.
Foto bersama usai bedah buku. Sumber foto: akun Facebook Prof. Meta Mahendradatta |
Mbak
Wulan menemukan menulis menjadi obat jiwa. Dirinya menyenangi menulis kehidupan
sehari-hari. “Menulis bukan karena sudah menjadi ibu yang hebat melainkan ingin
menjadi perempuan yang berdaya guna yang bisa memberi makna,” pungkas sarjana
Teknik Elektro berkacamata ini.
Dari
rahimnya, di antara 8 bintang itu, 4 orang kini menjadi hafizh (penghafal al-Qur’an). Masya
Allah. Semoga kelak Allah
mengijabah, keinginan Mbak Wulan bersama suami dan anak-anaknya untuk berumah
di surga. Semoga Allah memberinya kekuatan, juga kepada para ibu yang sedang
berjuang membangun istana mereka masing-masing. Aamiin.
Makassar, 19 Januari 2018
Keterangan:
- Selesai – bagian terakhir dari 2 tulisan.
- Baca tulisan sebelumnya: Membedah Dalam Syukur Kutemukan Cinta-Mu
Belum tuntas kubaca bukunya dinda jadi belum bisa kasi review, hehehe...
ReplyDeleteSaya juga belum, Kak. Malah anakku duluan selesai baca bukunya hehe
Deletebukunya inspiratif kayaknya, jadi penasaran :)
ReplyDeleteSeru banget ya bisa ikutan acara bedah buku gitu
ReplyDeleteBelum punya bukunya, sepertinya bagus. Pasti seru acaranya ya mbak.
ReplyDelete