Tanggal
30 Desember, kembali saya menghadiri Bedah Buku spesial. Ada dua hal yang
membuat acara bertajuk “Ketika Dua
Perempuan Bercerita”
ini spesial. Hal pertama adalah: kedua penulis yang bukunya dibedah adalah ibu
rumah tangga. Dan hal kedua adalah para penulis dan pengupas buku, termasuk
moderator – semuanya pengajar. Kedua
penulis yang bukunya dibedah kali ini: Prof. Dr.
Ir. Meta Mahendradatta adalah seorang guru besar di Unhas, sementara Wulansari Apriani, S. Pd, M. Pd, yang biasa saya sapa dengan Mbak Wulan adalah seorang guru
di SMKN 3 Gowa. Kedua nara sumber – pembedah dua buku (karya Prof. Meta dan Mbak Wulan) adalah Irma Thahir, ST, M. Pd (ketua JSIT) dan Jusria Kadir, S. Sos (Kepala SDIT Ar-Rahmah). Bertindak sebagai pemandu yaitu Hasrianti, S. HI, S. Pd. I yang berprofesi sebagai guru SMA Al-Fityan Gowa.
Format
acara ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama membahas buku Dalam Syukur Kutemukan Cinta-Mu karya Prof. Meta dan sesi kedua
menyajikan buku Aku dan 8
Bintang karya
Mbak Wulan. Masing-masing dikupas oleh Bu Irma dan Bu Jus, lalu ditutup dengan
penuturan para penulisnya. Setelah kedua sesi tersebut ada sesi tanya-jawab
yang berlangsung seru.
Warna-Warni Catatan Spiritual
Bu Irma membuka pembahasannya dengan
mengatakan, “Buku ini merupakan perjalanan spiritual yang telah dirajut penulis
yang bercerita tentang cerita-cerita masa lampau.”
Istri dari Prof. Dr. Ir. Abubakar Tawali yang bungsu dari dua bersaudara ini menggambarkan bahwa Life is beautiful Life is colourful.
Melalui
buku ini kita diajak untuk menyelami warna-warna yang dirasakan penulisnya,
seperti merah yang membuat kita kuat, hitam yang merupakan cerita duka tetapi tidak selamanya duka –
dari warna hitam pembaca akan dibawa kepada warna putih, merah muda yang mengungkapkan kesyukuran, dan kuning yang mencerahkan hari-hari – mengisahkan success story penulis. Setiap warna
dibalut dengan warna hijau yang melambangkan kedekatan dengan
Sang Maha Pencipta.
Contoh
kisah untuk warna MERAH misalnya
ketika Prof. Meta belajar mengendarai sepeda motor. Di mana dia belajar mencoba
hal positif yang ketika berhasil, itu artinya Allah memang mengizinkannya
berhasil. Kisah lain untuk warna ini adalah cerita tentang kekuatan di balik
kelembutan perempuan. Yaitu ketika dia berhasil menendang pintu bus hingga
terbuka supaya tidak alami kecelakaan.
Prof. Meta (kiri) dan Mbak Wulan (kanan). Sumber foto: akun Facebook Prof. Meta |
MERAH MUDA – ada perenungan mengenai perasaan,
ketika merasa diri kurang menarik maka yakinlah, Allah memberikan kelebihan
lain. Juga ada kisah inspirasi 4 perempuan pada halaman 124 yang membuat Bu
Irma sempat menitikkan air mata karena merefleksikan kisah itu kepada dirinya
sendiri. Sepertinya bagi perempuan,
membaca buku seperti ini membuatnya merefleksikannya pada dirinya sendiri, ya.
Saya juga biasa seperti itu.
Warna
HITAM mengajak kita menyelami makna
bahwa tidak ada yang dapat mencegah jatuhnya takdir. PUTIH, adalah cahaya, menggambarkan akhir berupa tanya:
“Apa, sih yang sebenarnya dicari?”
Pada
bagian akhir bukunya, Prof. Meta menggambarkan, dirinya masih jauh lebih banyak
mencari dunia ketimbang akhirat. Namun Bu Irma berpendapat lain. Menurut Bu
Irma, tidaklah seperti itu karena penulis selalu merangkaikan kisahnya dengan
warna HIJAU yang melambangkan
kedekatan dengan Allah subhananu wata’ala.
Juga mengaitkannya dengan ayat-ayat Allah. “Penulis sudah berusaha menjadi
istri dan ibu yang baik dan ingin berbagi melalui buku ini,” pungkas Bu Irma.
Mengurai Kepingan-Kepingan Hikmah di
Balik Kehidupan
Selanjutnya,
Bu Jus mendahului pemaparannya
dengan menceritakan bagaimana dia mengenal penulis. Prof. Meta adalah generasi
pertama dari orangtua yang menyekolahkan anaknya di SDIT Ar-Rahmah (padahal
Prof. Meta dan suaminya yang juga guru besar di UNHAS baru saja pulang studi
dari Jerman namun beliau memilih sekolah Islam terpadu untuk anak-anaknya).
Putera
pertama Prof. Meta kini kuliah di Jerman. Putera keduanya sedang kuliah di
Fakultas Kedokteran UNHAS dan memiliki bisnis kafe. Rencananya kelak, jika
sudah buka praktik sendiri, bisa disubsidi dari bisnisnya jadi orang yang tidak
mampu bisa berobat dengan mudah, tidak perlu takut dengan biaya yang tinggi. Pst, baru-baru ini saya mengintip Facebook
Prof. Meta, seorang anaknya menulis di koran. Masya Allah, inspiratif, ya.
Quote yang artistik di dalam buku |
Oya,
Bu Jus memuji pemilihan sampul buku Dalam Syukur Kutemukan Cinta-Mu.
Menurutnya, sampulnya “sederhana tapi artistik”. “Di dalamnya tidak ada
gambar/foto tetapi ada ilustrasi dan sangat berseni,” tambahnya lagi.
Prof.
Meta bak seorang fotografer yang andal mengambil angle dalam melihat sebuah peristiwa sehingga orang yang membacanya
dengan “pengalaman” berbeda. “Dari awal hingga akhir buku sangat detail dalam
menulis. Berarti kalau tidak punya catatan, ingatan Prof. Meta kuat,” tutur Bu
Jus.
Bu
Jus juga mengapresiasi kemampuan penulis dalam mengambil hikmah dari
kejadian-kejadian yang ditulisnya. Contohnya dalam tulisan yang menceritakan
Prof. Meta jatuh ke dalam got dan merasakannya sebagai teguran dari Allah.
Dalam buku ini, penulis menampilkan dirinya apa adanya. Dia berani menampakkan
kekurangan yang oleh orang lain mungkin saja kekurangan itu disembunyikannya.
Di akhir
sesi, Prof. Meta menceritakan bahwa dirinya tak punya catatan tertulis. Semuanya
berdasarkan ingatan. Beberapa kejadian diceritakannya, bahwa Allah mengingatkan
kesalahannya dengan bermacam cara. Ada yang dengan 3 kali terjatuh. Jatuh
pertama dan kedua kalinya kakinya terkilir saat dia menyalahkan lantai. Namun
tersadar saat jatuh yang ketiga kalinya, tidak menyalahkan lantai lagi
melainkan dirinya.
Harapan
Prof. Meta adalah, mereka yang membaca buku Dalam Syukur Kutemukan Cinta-Mu
bisa terinspirasi dan menjadi pengingat bagi diri sendiri. “Semua orang bisa
menulis. Tuangkan ke dalam tulisan agar menjadi pengingat,” pungkas Prof. Meta.
Makassar, 8 Januari 2017
Bersambung
ke tulisan berikutnya
Penasaran dengan lanjutannya dinda.
ReplyDeleteSebenarnya saya juga sudah tulis kegiatan itu, tetapi masih sebatas konsep. Tertinggal karena kegiatan saya di Ikatan Guru Indonesia.
Sudah ada lanjutannya, Kak, hehe.
DeleteAyo mi di-posting, Kak Dawiah.