Judul
buku: Just JIST JUST – Jual Ide Siapa Takut Jual Usul Siapa Takut
Penulis:
Aloy Samya, Johannes Ariffin Wijaya, dan Andy Savero
Penerbit:
ANDI, Yogyakarta
Tahun
terbit: 2007
ISBN:
978-979-29-0211-2
Ketebalan:
xii + 112 halaman
Ukuran:
19 cm x 12 cm
“ ...
Setiap orang dalam setiap profesi (ahli
hukum, dokter, akuntan, insinyur, guru, sopir taksi, atau sopir bis, juru tulis
bagian pengiriman, penasihat, resepsionis, eksekutif perusahaan, penghibur,
administrator, pelatih olah raga, juru masak, dan sebagainya) adalah seorang penjual ide.”
Kutipan
dari Zig Ziglar – seorang motivator kelas dunia mengawali pembahasan ketiga
penulis buku ini (untuk selanjutnya saya menyebut mereka dengan “penulis” saja).
Ide
umum buku ini adalah bahwa kita semua adalah penjual ide. Bahkan anak kecil pun
yang tengah merengek pada orang tuanya dalam tujuannya meminta sesuatu adalah
penjual ide. Bagaimana kita melakukan sesuatu dengan tujuan agar orang lain
memenuhi kehendak kita, dikategorikan dalam “menjual ide”.
Buku
yang tergolong tipis ini isinya sangat padat pengetahuan. Terdiri atas 6 bab:
- Jual Ide Siapa Takut?
- Apa Itu Menjual Ide?
- Selling Is Like Pacaran
- AIDA (Attention, Interest, Desire, Actions)
- SIPOC & COPIS
- Mindset & Passion
Sebelum
masuk di pembahasan inti, penulis menjelaskan tentang mengapa setiap orang
perlu belajar bagaimana menjual ide: sebuah
ide saja, bisa membuat hidup Anda menjadi seperti seorang raja selamanya (halaman
11). Hal ini dialami, sebut saja oleh Frank Woodward (penemu Jell O), Jacob
Davis (pencipta celana jins Levi’s), dan Earl Tupper (penemu produk dan bisnis Tupperware).
Oleh
karena pikiran terbagi dua: kesadaran dan ketidaksadaran maka perlu dimaksimalkan
pemanfaatan keduanya. Pikiran ketidaksadaran (alam bawah sadar) terbagi dua
lagi, yaitu ketidaksadaran yang meracuni dan ketidaksadaran kreatif.
Ketidaksadaran kreatif inilah yang perlu ditingkatkan penggunaannya sementara
ketidaksadaran yang meracuni harus diminimalkan.
Alfred
Enstein adalah contoh orang yang mendapatkan rumusan penting (tentang teori
Relativitas) melalui ketidaksadaran kreatif. Kadang-kadang jawaban atau ide cemerlang dari bagian ketidaksadaran
kreatif ini akan muncul pada saat yang sangat rileks, ketika kita istirahat
atau tertidur sehingga muncullah suatu ide atau gagasan keesokan harinya. Mucul
begitu saja (halaman 11).
Untuk memudahkan mengingatnya, penulis membuat
akronim AIDA, untuk menjelaskan bahwa proses dalam membuat ide kita bisa
diterima orang lain itu mirip seperti seseorang mencari (perhatian) calon
kekasih hati.
AIDA
merupakan singkatan dari attract
Attention, Interest, Desire, dan Action
(halaman 23). Agar berhasil menarik perhatian attract attention), kita harus mengenali karakter orang yang
bersangkutan. Dalam bagian ini penulis memaparkan mengenai karakter-karakter:
VAK (Visual, Auditori, Kinestetik), Dominasi dan Emosi, Personality (Koleris,
Melankolis, Phlegmatis, dan Sanguinis), dan Rapport. Untuk karakter berbeda,
kita sebaiknya menghadapinya dengan cara yang berbeda.
Apa yang
menarik bagi seseorang (interest)
harus diketahui agar kita dapat menawarkan ide yang dibutuhkannya. Apa yang
harus dilakukan untuk mengetahuinya, dikupas penulis dengan gamblang. Di sini
perlu kita ketahui tentang Matching, Miroring,
dan Demo (halaman 35 – 51).
Jika
sudah mengetahui apa yang dibutuhkan seseorang (Needs), berikutnya adalah
bagaimana “mempertemukannya” dengan hasrat (Desire)
kita. Seseorang mau menerima ide kita bila ide itu memang “menambah nilai”
untuk dirinya. Ada dua hal yang perlu dipelajari di sini, yaitu: mengenali
keadaan emosi orang tersebut (halaman 56) dan mengenali body language (bahasa tubuh)-nya (halaman 57).
Terakhir
– Action, spesifiknya: closing action. Ini merupakan seni
menemukan suatu cara agar teman bicara kita mengambil keputusan atas ide yang
disodorkan, dan apabila ide tidak diterima pun hubungan dengannya tetap
berjalan baik (halaman 59). Ada 3 hal yang perlu dipelajari dalam hal ini:
- Lima langkah persiapan kondisi untuk closing action (halaman 59 – 61).
- Lima belas tip dari Heinz Goldmann dalam memutuskan persetujuan suatu ide (halaman 62 – 70).
- Lima “jangan” yang harus diperhatikan (halaman 70).
Tak
cukup sampai di situ saja, penulis menggenapkan pembahasannya dengan penjelasan
mengenai proses penjualan, sekaligus pengadaan ide, dan bagaimana menge-set
sikap mental kita. Sikap mental (mindset dan
gairah/passion) harus siap setiap
saat dan ada lebih dulu sebelum menjual ide (halaman 99). Contohnya adalah
bentuk kebiasaan baik dan ingatlah bahwa perjalanan
ribuan mil dimulai dari langkah pertama – langkah pertama yang baik,
tentunya.
Makassar, 9 April 2015
NB:
Kalau
boleh, usul ... andai buku yang sudah tidak ada di pasaran ini dicetak ulang,
saya berharap:
- Tulisan-tulisan pada tabel dibuat lebih jelas.
- Pembahasan lebih disederhanakan pembahasaannya, dengan memberikan lebih banyak contoh dalam menghadapi oang-orang dalam berbagai karakter.
suka banget sama pembukaanya,penjual ide....^^
ReplyDeletejadi penasaran pingin baca bukunya
Sayangnya bukunya sudah tidak ada di pasaran, Mbak Han
Delete