Monday, April 24, 2017

Kolaborasi Puisi, Musikalisasi Puisi, dan Lukisan Tanah Liat

Baru pertama kali ini saya menghadiri acara Seminar dan Diskusi yang membahas buku puisi seperti ini. Senang sekali diundang langsung oleh penulisnya, Pak Rusdin Tompo. Apalagi saat tahu akan ada Pak Alwy Rachman – budayawan dan Bu Sri Rahmi – politikus yang akan membedah buku puisinya, makin senanglah saya. Keduanya merupakan budayawan dan perempuan politikus favorit saya.


Drs. H. Abd. Rahman, MM – Kadis Perpustakaan & Kearsipan Sul Sel (di podium)

Lagi-lagi saya datang agak terlambat di Hotel Smile Aerotel pada tanggal 6 April itu. Seperti biasa, urusan rumah pagi-pagi membuat saya sulit datang ke tempat acara pagi tepat waktu. Mengurusi 3 anak yang hendak berangkat sekolah, yang mana si bungsu baru mau berangkat ke taman kanak-kanaknya di atas pukul setengah sembilan pagi dan mengurusi sarapan keseluruhan anggota rumah yang jumlahnya tak sedikit plus sederetan pekerjaan rumah lainnya, makin membuat saya sulit datang tepat waktu. Curcol 😝.

Untungnya saat saya tiba, acara inti belum mulai. Drs. H. Abd. Rahman, MM – Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan sedang membawakan kata sambutannya. Bergegas saya selesaikan urusan registrasi di meja panitia. Senang sekali saya, ternyata usai menuliskan nama, seperti juga hadirin lainnya, panitia memberikan saya 5 buah buku karya penulis lokal. Kelima buku tersebut berjudul: La Galigo: Turunnya Manusia Pertama (novel karya Idwar Anwar), Agus Arifin Nu’mang: Politisi Santun (Bachtiar Adnan Kusuma), Selayar dan Pergerakan A. G. H. Hayyung – Pemberontakan Terhadap Kungkungan Budaya dan Penjajahan (Firmansyah), Islamisasi di Sinjai (Sritimuryati), dan Perjuangan Tak Berbatas: Hj. Sri Rahmi, S. A. P., M. Adm., K. P. - #Inspirasi Bunda (Faisal Syam).

Salah satu puisi di dalam buku Mantera Cinta

Setelah menerima buku-buku tersebut, saya mencari tempat duduk. Masih ada satu kursi kosong di antara ibu-ibu yang duduk di meja ke dua dari depan, di sisi kiri ruangan. Fiyuh, syukurlah, saya masih sempat mendengarkan sekelumit harapan dari Pak Abdul Rahman, bahwa untuk memperbanyak karya lokal sebab karya dari Jawa tidaklah cocok dengan situasi dan kondisi masyarakat kita. Well, seperti yang kita ketahui, sebagian besar buku yang masuk ke Makassar kan berasal dari pulau Jawa.

Beliau juga berharap agar para pembaca buku bisa memperlihatkan penerapan teknisnya sebab masyarakat desa akan lebih mudah dipengaruhi untuk membaca jika melihat adanya manfaat membaca. Selanjutnya, tepuk tangan hadirin menyambut pembukaan acara Seminar dan Diskusi Buku Sehimpun Puisi Mantera Cinta Karya Rusdin Tompo.

Akan ada pembacaan puisi. Namun sebelumnya, Rusdin Tompo – pusat acara hari ini membagikan pengalamannya, “Sejak ditulis tiga puluh dua tahun yang lalu tidak pernah saya bayangkan akan sampai di tempat ini,” Pak Rusdin membuka sambutannya.

Rusdin Tompo

Wuih, di sini saya tertegun. Pak Rusdin Tompo yang saya kenal adalah pemerhati anak. Saya pernah mengikuti pelatihan menulis yang diselenggarakan oleh LBH APIK, mengenai penulisan yang memberi perhatian pada hak-hak anak dan perempuan, beliau menjadi salah satu mentornya. Judul-judul buku yang pernah dibuat dan dieditnya sama sekali jauh dari jalur puisi. Beberapa di antaranya: Ayo, Lawan Korupsi; Media dan Perubahan Politik Represif; Anak, Media, dan Politik; dan Refleksi Kritis Seorang Bhayangkara.

Rupanya sarjana hukum ini tidak hanya bisa menulis buku serius atau memberikan materi yang serius, dia juga seorang penyair! Buku Mantera Cinta ini merupakan buku kumpulan puisinya yang kedua. Buku kumpulan puisi pertamanya berjudul Tuhan Tak Sedang Iseng (terbit tahun 2014). Rencananya pada bulan Agustus 2017 nanti akan terbit buku kumpulan puisi ketiganya yang dikemas berbeda dari buku pertama dan kedua. Bukan hanya penyair, Pak Rusdin bahkan bisa juga menyanyi dan melukis. Desain dasar dari sampul buku Mantera Cinta – kumpulan puisinya juga dibuatnya sendiri.

Mengapa bukunya berjudul Mantera Cinta, alasannya adalah karena salah satu puisi – master piece dalam buku ini berjudul Mantera Cinta. Pak Rusdin mengatakan bahwa eksperimen-eksperimen berpuisinya termotivasi dari buku Apresiasi Puisi Indonesia yang pernah dibacanya.


Puisi Panggil Aku Daeng karya Rusdin Tompo

Tak menunggu lama, segera kami menyaksikan suguhan dua puisi karya Pak Rusdin. Puisi pertama berjudul Panggil Aku Daeng, dibawakan dengan penuh penjiwaan oleh Maysir Yulanwar dengan iringan musikalisasi puisi dari Pak Cucuk. Puisi kedua berjudul Perempuan yang Menyulam Kehidupan. Pada puisi kedua yang dibacakan oleh Pak Rusdin ini, tetap ada kolaborasi dengan Pak Cucuk dalam musikalisasi puisi dan kolaborasi dengan Pak Zaenal Beta yang melakukan atraksi melukis menggunakan tanah liat. Saya yang selalu merasa tak mengerti seni, merinding menyaksikan kedua kolaborasi ini.

Sembari menyimak, saya meninggalkan tempat duduk setelah sebelumnya memberikan penanda berupa tas di atas kursi. Saya mendekat kepada para penampil dan merekam jalannya pertunjukan. Jaringan XL di Hotel Smile Aerotel lancar. Saya berencana langsung upload ke channel YouTube saya.

Puisi Perempuan yang Menyulam Kehidupan, karya Rusdin Tompo
(dibawakan oleh Rusdin Tompo)

Tapi saat kembali ke meja di mana saya meletakkan barang-barang, saya tak menemukan kursi yang saya duduki sebelumnya. Tas saya tergeletak begitu saja di atas lantai. Walah, ada yang mengambil kursi yang saya duduki! Setengah dongkol, saya menyapu pandangan kepada orang-orang di sekeliling saya dan bertanya, “Mana kursi yang di sini?”

Seorang ibu dari meja sebelah menengok ke arah saya. Dia berdiri. Tanpa mengatakan satu patah kata pun, dia menggeserkan kursi ke arah saya. Hm, perebutan kursi ternyata terjadi juga di tempat seperti ini. Padahal kursi yang saya duduki tadi bukan kursi panas, bukan pula tempat basah, tak ada uangnya sama sekali. Pantas saja banyak orang berebut kursi panas/tempat basah, ya? 😩

Lukisan tanah liat karya Zaenal Beta. Satu-satunya pelukis tanah liat di Indonesia

Haha, itu tadi intermezzo. Yang jelas saya mendapatkan kursi kembali dan bisa melanjutkan upload video ke YouTube menggunakan fasilitas dari paket Xtra Combo XL di dalam gadget milik saya yang sedang ada gratisan YouTube-nya. Videonya saya sisipkan di tulisan ini. Mohon maaf kualitasnya kurang bagus karena HP yang saya pakai merekam bukan HP bagus. Mohon do’anya supaya saya bisa secepatnya dapat rezeki HP baru yang kemampuan merekam videonya mumpuni. Please, aminkan, ya!

Makassar, 24 April 2017


Bersambung ke tulisan berikutnya: Membedah Mantera Cinta


Oya, baca juga pengalaman saya saat berpuisi:
Dan:

No comments:

Post a Comment