Saya
bersemangat hadir di acara launching buku
pada tanggal 6 Desember lalu. Bagaimana tidak bersemangat, judul bukunya saja menarik: Pergulatan Pemikiran Keindonesiaan. Yang
paling menarik adalah penulis bukunya. Beliau adalah Prof. Dr. Anwar Arifin – Guru Besar Komunikasi Politik Universitas
Hasanuddin.
Sudah
mulai banyak yang datang ke dalam salah sebuah ruangan di lantai dua Hotel
Continent Centerpoint ketika saya tiba. Bayangan saya akan mendapatkan buku
yang di-launching hari itu pupus di meja
registrasi. Rupanya buku yang tersedia tidak sebanyak peserta yang hadir dan
saya bukan orang yang beruntung.
Usai
makan siang, saya masih berupaya dengan mendekati petugas yang duduk di meja
registrasi dan menyampaikan keinginan besar untuk memperoleh buku Pergulatan
Pemikiran Keindonesiaan karya Prof. Dr. Anwar Arifin. Sang petugas meminta maaf
karena buku yang disediakan cuma sedikit dan sebagai gantinya, dia memberikan
buku lain karya pak profesor. Judulnya Antitesis Teori Pers Pancasila dan Tujuh
Teori Pers.
Tak
berapa lama, acara pun dimulai. Dibuka dengan pembacaan beberapa puisi. Salah
satunya oleh Muhammad Amir Jaya. Prof. Dr. Zainuddin Taha – Ketua Asosiasi
Profesor Indonesia (API) yang juga Guru Besar
Linguistik di Universitas Negeri Makassar (UNM) memberikan sambutan pada launching buku ke-54 Prof. Anwar ini.
Prof. Zainuddin menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, Prof. Anwar ini punya
banyak peran – sebagai akademisi, praktisi, dan politisi yang mewarisi nilai
keluhuran ilmuwan sekaligus punya kelebihan karena menulis.
Tak
lengkap acara ini sebelum mendengarkan penuturan dari Prof. Anwar Arifin. Rasa
syukur kepada Sang Maha Pencipta disampaikannya. Juga apresiasinya terhadap
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.
Prof. Dr. Anwar Arifin di podium |
Di
tahun ini, pak profesor menerbitkan 4 buku. Tiga buku yang lain berjudul Antitesis
Teori Pers Pancasila dan Tujuh Teori Pers, Demokrasi dalam Ancaman dan Bahaya,
dan kumpulan puisi dan cerpen berjudul Bersyukur.
Dahulu,
Prof. Anwar pernah bercita-cita menjadi penulis. Menamatkan pendidikan
menengahnya di STM, beliau sempat menulis cerpen. Buku ini berisi 70 artikel –
simbol usianya yang menjelang angka 70. Di dalamnya ada 7 bagian: politik,
komunikasi, pembangunan, pendidikan, cendekiawan, mahasiswa, dan pemuda.
Di
dalam buku ada lebih dari 100 foto, menggambarkan persahabatannya dengan banyak
orang. Buku ini merupakan kumpulan tulisannya sejak tahun 1977 – 2017. Ada yang
dimuat di Harian Kompas dan diketik kembali selama 2,5 tahun oleh sebuah tim.
Pernah juga mengalami serangan rayap yang menyebabkan banyak dokumen musnah.
“Buku
ini berisi gagasan dan ramalan. Ada yang berhasil – benar dan ada yang gagal.
Yang benar di antaranya adalah ketika mengingatkan Golkar untuk hati-hati
karena bisa tenggelam seperti yang terjadi di beberapa negara. Juga mengenai
politik pers yang akan berkembang. Pers didominasi pengusaha – hanya sedikit
pengusaha yang menguasai pers di Indonesia – ini akan berbahaya. Jadi, yang ‘menentukan
opini publik’ hanya lima belas orang,” ungkapnya.
Saya jadi ingat tulisan saya yang
berjudul Mengulas
Soal Kerancuan Media Kita yang membahas tentang hal ini, berdasarkan
penelitian sebuah NGO.
Lebih
jauh lagi, Prof. Anwar mengatakan, “Para konglomerat media massa terjun ke
politik. Dalam ilmu politik ini akan mengancam kehidupan demokrasi karena akan
jadi tirani. Mari bersiap!”
Harapannya
di masa lalu yang tidak terjadi di antaranya adalah bahwa yang akan jadi petani
adalah para sarjana Pertanian namun tidak demikian kenyataannya. Fakultas
Pertanian kian kehilangan peminat. Saya
jadi ingat perbincangan dengan salah seorang kawan – lulusan IPB, dia pun
mengatakan hal ini.
“Yang
dihasilkan perguruan tinggi lebih berupa ‘bandit intelektual’ merekalah sarjana
setengah matang yang dicari KPK,” lanjut Prof. Dr. Anwar Arifin lagi.
Wah, belum masuk ke bedah bukunya
sudah sepanjang ini saja tulisan saya. Selanjutnya, akan saya bahas di tulisan
berikut, ya. Stay tune.
Makassar, 18 Desember 2017
Bersambung ke tulisan berikutnya
Baca juga:
- Mengulas Soal Kerancuan Media Kita
- Bagaimana Membahasakan Isu Perempuan dan Anak dengan Etis
- Ketika Peneliti dan Pemerintah Tampil Beda untuk Melakukan Perubahan
- Menuju Advokasi Peliputan dan Penulisan Isu Perempuan dan Anak
- Kolaborasi Puisi, Musikalisasi Puisi, dan Lukisan Tanah Liat
- Membedah Mantera Cinta
- Diskusi Buku: Mengelola Hutan yang Tersisa
No comments:
Post a Comment