Monday, December 18, 2017

Prof. Dr. Anwar Arifin: Berkarya Sepanjang Masa

Saya bersemangat hadir di acara launching buku pada tanggal 6 Desember lalu. Bagaimana tidak bersemangat, judul bukunya saja menarik: Pergulatan Pemikiran Keindonesiaan. Yang paling menarik adalah penulis bukunya. Beliau adalah Prof. Dr. Anwar Arifin – Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Hasanuddin.



Sudah mulai banyak yang datang ke dalam salah sebuah ruangan di lantai dua Hotel Continent Centerpoint ketika saya tiba. Bayangan saya akan mendapatkan buku yang di-launching hari itu pupus di meja registrasi. Rupanya buku yang tersedia tidak sebanyak peserta yang hadir dan saya bukan orang yang beruntung.

Usai makan siang, saya masih berupaya dengan mendekati petugas yang duduk di meja registrasi dan menyampaikan keinginan besar untuk memperoleh buku Pergulatan Pemikiran Keindonesiaan karya Prof. Dr. Anwar Arifin. Sang petugas meminta maaf karena buku yang disediakan cuma sedikit dan sebagai gantinya, dia memberikan buku lain karya pak profesor. Judulnya Antitesis Teori Pers Pancasila dan Tujuh Teori Pers.

Tak berapa lama, acara pun dimulai. Dibuka dengan pembacaan beberapa puisi. Salah satunya oleh Muhammad Amir Jaya. Prof. Dr. Zainuddin Taha – Ketua Asosiasi Profesor Indonesia (API) yang juga  Guru Besar Linguistik di Universitas Negeri Makassar (UNM) memberikan sambutan pada launching buku ke-54 Prof. Anwar ini. Prof. Zainuddin menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, Prof. Anwar ini punya banyak peran – sebagai akademisi, praktisi, dan politisi yang mewarisi nilai keluhuran ilmuwan sekaligus punya kelebihan karena menulis.

Tak lengkap acara ini sebelum mendengarkan penuturan dari Prof. Anwar Arifin. Rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta disampaikannya. Juga apresiasinya terhadap Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan.

Prof. Dr. Anwar Arifin di podium

Di tahun ini, pak profesor menerbitkan 4 buku. Tiga buku yang lain berjudul Antitesis Teori Pers Pancasila dan Tujuh Teori Pers, Demokrasi dalam Ancaman dan Bahaya, dan kumpulan puisi dan cerpen berjudul Bersyukur.

Dahulu, Prof. Anwar pernah bercita-cita menjadi penulis. Menamatkan pendidikan menengahnya di STM, beliau sempat menulis cerpen. Buku ini berisi 70 artikel – simbol usianya yang menjelang angka 70. Di dalamnya ada 7 bagian: politik, komunikasi, pembangunan, pendidikan, cendekiawan, mahasiswa, dan pemuda.

Di dalam buku ada lebih dari 100 foto, menggambarkan persahabatannya dengan banyak orang. Buku ini merupakan kumpulan tulisannya sejak tahun 1977 – 2017. Ada yang dimuat di Harian Kompas dan diketik kembali selama 2,5 tahun oleh sebuah tim. Pernah juga mengalami serangan rayap yang menyebabkan banyak dokumen musnah.

“Buku ini berisi gagasan dan ramalan. Ada yang berhasil – benar dan ada yang gagal. Yang benar di antaranya adalah ketika mengingatkan Golkar untuk hati-hati karena bisa tenggelam seperti yang terjadi di beberapa negara. Juga mengenai politik pers yang akan berkembang. Pers didominasi pengusaha – hanya sedikit pengusaha yang menguasai pers di Indonesia – ini akan berbahaya. Jadi, yang ‘menentukan opini publik’ hanya lima belas orang,” ungkapnya.

Saya jadi ingat tulisan saya yang berjudul Mengulas Soal Kerancuan Media Kita yang membahas tentang hal ini, berdasarkan penelitian sebuah NGO.


Lebih jauh lagi, Prof. Anwar mengatakan, “Para konglomerat media massa terjun ke politik. Dalam ilmu politik ini akan mengancam kehidupan demokrasi karena akan jadi tirani. Mari bersiap!”

Harapannya di masa lalu yang tidak terjadi di antaranya adalah bahwa yang akan jadi petani adalah para sarjana Pertanian namun tidak demikian kenyataannya. Fakultas Pertanian kian kehilangan peminat. Saya jadi ingat perbincangan dengan salah seorang kawan – lulusan IPB, dia pun mengatakan hal ini.

“Yang dihasilkan perguruan tinggi lebih berupa ‘bandit intelektual’ merekalah sarjana setengah matang yang dicari KPK,” lanjut Prof. Dr. Anwar Arifin lagi.

Wah, belum masuk ke bedah bukunya sudah sepanjang ini saja tulisan saya. Selanjutnya, akan saya bahas di tulisan berikut, ya. Stay tune.

Makassar, 18 Desember 2017

Bersambung ke tulisan berikutnya

Baca juga:

No comments:

Post a Comment